Bab 2 : Pengaruh Rasa Ingin Tahu dan Kemandirian Belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
PENGARUH RASA INGIN TAHU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A.
Landasan Teori
1.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
a.
Pengertian Masalah
Secara umum masalah tidak terlepas dari kehidupan manusia
baik secara individu maupun kelompok atau golongan. Hampir tidak ada fase dalam
hidup kita terlepas dari masalah. Masalah sudah menjadi momok bagi setiap
orang. Pada dasarnya masalah itu timbul karena terjadinya kesenjangan antara
ekspektasi dan kenyatan. Secara garis besar masalah dibagi menjadi dua yaitu
masalah yang diketahui dengan baik dan masalah yang tidak diketahui dengan
baik. Masalah yang diketahui dengan baik pada umumnya punya kecendrungan untuk
lebih memaknai masalah itu sendiri dan bagaimana mengatasi masalah itu sendiri.
Masalah yang tidak diketahui dengan baik biasanya akan berpotensi menimbulkan
masalah baru karena memiliki beberapa
aspek yang sepenuhnya tidak jelas dan kadang memerlukan wawasan yang luas untuk
mengatasinya.
Sebagian orang memandang masalah sebagai suatu anugerah
karena dengan masalah seseorang berkesempatan untuk memperbaiki diri. Dengan
memaknai masalah sebagai suatu anugerah, seseorang cendrung menganggap masalah sebagai
piranti untuk peningkatan diri, masalah sebagai kavling untuk berbuat baik
bahkan masalah sebagai ajang pembuktian diri. Menurut Widodo (2012:17) masalah
adalah sesuatu yang harus dipecahkan atau diselesaikan. Memaknai masalah
sebagai kesempatan untuk berbuat baik memang berpeluang untuk membawa kita
keluar dari permasalahan dan mampu menjauhkan kita dari masalah yang sama.
Dalam proses pembelajaran, salah satu permasalah yang timbul dari mata
pelajaran yang sulit adalah matematika.
Menurut Gulo (2008: 113) hakikat masalah adalah adanya
kesenjangan anatar situasi nyata dengan kondisi yang diinginkan atau antara
kenyataan dengan yang diharapkan. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa ketika
apa yang menjadi harapan terbesar kita tidak sesuai dengan apa yang kita alami
maka disitulah timbulnya suatu masalah baru. Dalam proses pembelajaran, masalah
dianggap ketika mengalami sesuatu yang tidak mengenakan, yang membebani.
Menurut Majid (2009: 226), “Masalah belajar suatu kondisi
tertentu yang dialami oleh seorang siswa dan menghambat proses belajarnya”.
Dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami keterlambatan dalam proses
pembelajaran disebut mengalami masalaah belajar. Pada hakekatnya masalah belajar bukan hanya dialami oleh siswa yang
terbelakang saja tetapi juga dapat menimpa siswa yang tidak memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi terhadap pembelajaran itu sendiri dan juga siswa yang tidak
memiliki kemandirian dalam memahami dan dalam belajar.
Dari pemaparan para ahli di atas penulis menyimpulkan
bahwa masalah
itu terjadi karena ada kesenjangan, terjadinya kesenjangan antara ekspektasi dan kenyatan. Siswa yang sisa yang mengalami keterlambatan dalam proses pembelajaran disebut
mengalami masalaah belajar
b.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemampuan
berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa,
sanggup, dapat melakukan sesuatu). Kemampuan adalah kesanggupan seseorang dalam
menguasai,melakukan atau mengerjakan sesuatu. Sesorang dapat dikatakan mampu
apabila sanggup memahami, mengerjakan atau melakukan sesuatu dengan baik dan
benar. Kemampuan adalah kecakapan setiap individu untuk menyelesaikan
pekerjaannya atau menguasai hal-hal yang ingin dikerjakan dalam suatu
pekerjaan.
Menurut Saad dan Gani ( 2008:112), pemecahan masalah
adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh
penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan
segera. Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang dimiliki seseorang
dalam belajar. Dalam bidang studi matematika kemampuan pemecahan masalah sangat
dibutuhkan agar siswa mampu menyelesaikan berbagi persoalan atau masalah yang
dihadapinya dalam belajar matematika. Pada saat memecahkan masalah matematika,
siswa dihadapkan dengan berbagai tantangan seperti kesulitan dalam memahami
soal. Hal seperti inilah yang membutuhkan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya.
Menurut Wahyudin (2008:1), “pemecahan masalah berarti
keikutsertaan dalam suatu tugas yang metode pemecahannya tidak diketahui
sebelumnya”. Masalah yang dihadapkan dalam pembelajaran psda umumnya disebabkan
karena masalah yang dihadapi bukanlah masalah yang pernah dihadapi sebelumnya. Agar
menemukan pemecahannya, siswa mesti menarik pengetahuan yang mereka miliki
karena melalui proses ini, siswa akan membangun pemahaman-pemahaman matematis
yang baru. Pemecahan masalah juga dapat ditemukan atau didapatkan ketika siswa
yang menghadapi masalah mempunya rasa ingun tahu yang tinggi akan pemecahannya
dan memiliki sikap kemandirian belajar yang baik.
Masalah adalah sesuatu yang harus dipecahkan atau
diselesaikan. Masalah adalah situasi yang dialami seseorang atau sekelompom
orang yang memerlukan pemecahan tetapi individua tau kelompok tersebut tidak
memiliki cara yang tepat untk menyelesaikannya. Menurut Sukirman (2010: 104),
suatu masalah terjadi apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi :
1) Seseorang tidak siap dengan mencari prosedur untuk mencari penyelesaiannya.
2) Sesorang menerimanya sebagai tantangan dan menyusun suatu tindakan untuk
menemukan penyelesaiannya.
Pemecahan masalah adalah suatu usaha individu menggunakan
pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu
masalah. Menurut Wardhani ( 2011:54), pemecahan masalah adalah proses menerapkan
pengetahuan yang pernah diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru yang belum
dikenal. Untuk menemukan solusi yang tepat dalam pemecahan masalah harus
melalui beberapa tahap pemecahannya. Berikut tahap-tahap dalam memecahkan
masalah :
1)
Memahami
masalah
2)
Merencanakan
pemecahannya
3)
Melaksanakan
pemecahannya
4)
Memeriksa
kembali
Masalah adalah keadaan dimana kita membutuhkan solusi
pemecahann yang tepat melalui tahapan-tahapan yang terstruktur dan terencana.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat
penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman baru menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Strategi
pemecahan masalah dalam pelajaran matematika dapat ditransfer dan diaplikasikan
dalam situasi pemecahan masalah yang lain. Penyelesian masalah secara matematis
dapat membantu siswa meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong
mereka menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan dan kecakapan individu
dalam memahami dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk menemukan
solusi yang tepat dari suatu permasalahan yang dihadapinya secara seacar
terstruktur dan terencana.
c.
Hakikat Matematika
Menurut Kusumah dan Dwitagama (2009:152), matematika
berasal dari Bahasa Yunani “Mathematikos”
yang berarti ilmu pasti, atau “Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan
abstrak dan deduktif. Kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman
keindraan, tetapi atas kesimpullan yang ditarik oleh kaidsah-kaidah tertentu
melalui deduksi. Jadi berdasarkan asal katanya, Matematika berarti ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil
eksperimen atau hasil observasi.
Supardi (2013:82) mengatakan “matematika
adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang menekankan
aktivitas dalam dunia rasio dari seluruh segi kehidupan manusia, mulai dari
yang paling sederhana sampai pada yang paling kompleks”.
Dalam Liberna dan Wiratomo (2014:53) mengungkapkan bahwa
terdapat 3 aliran besar dalam definisi matematika menurut beberapa ahli, yaitu
:
1) Aliran Logicism (Betran Russel : Inggris)
Matematika merupakan ilmu yang berhubungan dengan deduksi secara logis
mengenai akibat-akibat dari premis pokok.
2) Aliran Intutionism (L.E.J. Brouwer : Belanda)
Matematika murni didasarkan atas suatu ilham dasar tentang kemungkinan
untuk menyusun sebuah rangkaian bilangan-bilangan tak terhingga.
3) Aliran Formalism (David Hilbert : Jerman)
Matematika murni merupakan ilmu tentang struktur formal
dan symbol-simbol. Symbol dan langkah pengerjaan terhadap operasi (tanda-tanda)
merupakan jantung matematika.
Menurut Lestari (2012: 173) “matematika
adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep
yang terbagi menjadi beberapa cabang yang dalam setiap kajiannya bersifat
logis, sistematis, dam konsisten”. Matematika disebut sebagai ilmu pasti dan ilmu hitung.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika adaalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan dan
pola hubungan yang ada di dalamnya. Ini berarti bahwa belajar matematika pada
hakekatnya belajar konsep, struktur konsep dan hubungan antar konsep dengan
struktur konsep secara sistematis.
d.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah menjadi tema yang paling sering dibahas
pada setiap tahun baik itu dalam proses pembelajaran di sekolah dari jenjang
yang paling rendah sampai pada jenjang yang paling tinggi maupun dalam beberapam
penelitian yang terangkum dalam karya ilmiah. Dalam pembelajaran matematika,
kemampuan pemecahan masalah sangat diharapkan untuk dimiliki setiap peserta
didik karena kemampuan pemecahan masalah menjadi tujuan utama pembelajaran
matematika yang dimana siswa mampu memahami konsep,struktur konsep matematika
dengan baik. Dalam standar isi permendiknas no 22 tahun 2006 dinyatkan bahwa
kemampuan memcahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh adalah salah satu tujuan dari pelajaran matematika.
Menurut Slameto (2010:86),
pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari
sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru.
Dalam halm ini dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai tujuan,
pemecahan masalah sebagain proses dan pemecahan masalah sebagain keterampilan
dasar. Pemecahan masalah sebagain tujuan menyangkut alas an mengapa matematika
itu diajarkan.
Hal senada diungkapkan oleh Saad dan Ghani (2018:120)
yang mengemukakan bahwa “pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang
perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari semua masalah
yang mungkin tidak didapat dengan segera. Dalam hal ini pemecahan masalah
adalah suatu aktivitas kognitif yang kompleks disertai sejumlah proses dan
strategi yang terstruktur dan sistematis”.
(Noviani, 2017) kemmapuan memecahkan masalah sangat dibutuhkan oelh
siswa dalam memahami konsep, hubungan antar konsep, dan hubungan antara konsep
dengan bidang lainnya. Pemecahan masalah yang
baik secara umum membangun representasi masalah untuk memudahkan
pemahaman.
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah kemampuan
atau kesanggupan siswa dalam memahami konsep dan struktur konsep matematika
serta kesanggupan siswa dalam menggunakan pengetahuannya untuk menemukan solusi
permasalah matematika yang dihadapi.
Pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses untuk
mengatasi kesuitan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang hendak
dicapai. pemecahan masalah adalah kemampuan yang esensial yang dimiliki
oleh siswa. Kemampuan siswa dalam menerapkan konsep yang diajarkan secara
mandiri dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap konsep dan struktur konsep yang
diajarkan merupakan cara atau metode untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa .
Ada beberapa hal yang menjadi indicator atau petunjuk
dari kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut :
1)
Kemampuan
menunjukan pemahaman masalah
2)
Kemampuan
mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah
3)
Kemampuan
menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk
4)
Kemampuan
memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah
5)
Kemampuan
membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah
6)
Kemampuan
mengembangkan strategi pemecahan masalah
7)
Kemampuan
menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
e.
Tahap-tahap Pemecahan Masalah Menurut G. Polya
Polya (1973: 5) menawarkan empat langkah yang digunakan sebagai landasan
dalam memecahkan masalah yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tahap pemahaman masalah (Understanding
the problem)
Menurut Polya, tahapan pemahaman soal sebagai tahapan dimana siswa harus
memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut. Menurutnya,
siswa yang paham terhadap soal adalah siswa yang dapat mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan berikut; data atau informasi apa yang dapat diketahui
dari soal?
2) Tahap Perencanaan Cara Penyelesaian (Devising
a plan)
Menurut Polya, pada tahap perencanaan, siswa harus dapat memikirkan
langkah-langkah apa saja yang penting saling menunjang untuk dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya. Yang perlu dilakukan siswa pada tahap ini adalah
sebagai berikut:
a.
Mencari konsep-konsep
atau teori-teori yang saling menunjang.
b.
Mencari terus-menerus
yang diperlukan
c.
Pelaksanaan rencana (
Carying out the plan )
Yang dimaksudkan dengan tahap ini adalah siswa telah siap melakukan
perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus
atau persamaan yang sesuai. Tahap ini memiliki bobot yang lebih tinggi lagi
dari tahap pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu
rencana.
3)
Peninjauan kembali (Looking Back)
Yang dimaksudkan dengan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk
tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali
dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.tahap ini mempunya
bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat berpikir siswa.
2.
Rasa Ingin Tahu
a.
Pengertian Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu adalah sifat alamiah manusia dalam mencari tahu segala sesuatu. Sejak manusia
lahir sudah diberkati sifat keingintahuan terhadap segala sesuatu yang belum
diketahuinya sehingga timbul keinginan untuk mengeksplorasi, meneliti, dan
belajar mengenai segala sesuatu yang dirasa baru dalam pikirannya . Manusia
selain mempunyai rasa ingin tahu, mereka juga memiliki akal dan pikiran,
sehingga ketika dalam mencari tahu sesuatu mereka juga akan berpikir mengenai
sesuatu yang ia ingin cari tahu, sehingga timbul banyak pikiran atau perkiraan
yang muncul mulai dari sesuatu yang yang ia investigasi atau eksplorasi.
Manguel (2015:13) mengatakan bahwa rasa ingin tahu
merupakan sebuah kalimat yang memiliki makna ganda. Kamus etymological dari
Covarrubias di Spanyol menjelaskan bahwa rasa ingin tahu dapat diartikan
sebagai seseorang yang memperlakukan sesuatu dengan perhatian khusus dan rajin,
dan lexicographer dari Spanyol pun
menjelaskan bahwa asal mula curisosidad (rasa ingin tahu dalam bahasa Spanyol)
dapat manjadi sedemikian rupa karena orang yang memiliki rasa ingin tahu selalu
bertanya kenapa seperti ini dan kenapa seperti itu.
Rasa ingin tahu memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan
negatif. Rasa ingin tahu dapat dianggap memiliki sisi positif apabila rasa
ingin tahu tersebut dapat mengarahkan diri untuk memperlakukan berbagai hal
secara rajin, dan negatif karena orang-orang berjerih payah untuk meneliti
berbagai hal yang tersembunyi, terdiam dan tidak penting. Penjelasan rasa ingin
tahu tersebut menegaskan bahwa rasa ingin tahu seperti segala sesuatu yang ada
di dunia ini, memiliki sisi positif dan sisi negatif. Rasa ingin tahu positif
adalah rasa ingin tahu yang dianggap atau diharapkan dapat membawa dampak yang
baik dan bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, sedangkan rasa
ingin tahu negatif adalah rasa ingin tahu yang dapat menimbulkan kecurigaan
atau kerugian, baik kepada orang lain maupun diri sendiri.
Rasa ingin tahu juga dapat mempengaruhi perasaan manusia,
dengan adanya rasa ingin tahu, manusia dapat merasakan rasa penasaran yaitu
sebuah rasa di mana ia terdorong untuk melakukan sesuatu yang ia belum
mengerti, belum diketahui, perasaan pun terlarut di dalamnya. Rasa ingin tahu
juga membuat seseorang dapat mendapatkan pengalaman yang banyak dan pengetahuan
yang luas. Engel (2015:7) menegaskan pendapat tersebut dengan berpendapat bahwa
rasa ingin tahu dimulai dari sebuah perasaan yang mengaduk hati atau perasaan
mental dan pikiran sehingga sulit untuk istirahat, terkadang perasaan itu lebih
membara daripada perasaan yang lainnya. Kebanyakan orang tahu mengenai rasa ingin
tahu, tapi tidak bisa menjelaskan dengan baik bagaimana rasa dari ingin tahu
tersebut. Perasaan terkadang dipendam di tengah pikiran lain, emosi dan impuls,
sehingga tidak nampak atau terlihat karena tertutupi oleh pikiran, emosi atau
impuls yang lain, karena itu sulit untuk mencari dan mengidentifikasi
pengalaman internal pada seseorang.
Rasa ingin tahu yang kuat merupakan motivasi kaum
ilmuwan. Sifat rasa ingin tahu yang heran, kagum dan penasaran telah membuat
manusia ingin menjadi ahli dalam suatu bidang pengetahuan. Manusia itu
seringkali bersifat ingin tahu akan segala hal yang ada di dunia ini, namun
dalam pengamatan manusia pasti tetap saja ada yang terlewati dari perhatian
mereka.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa rasa ingin tahu merupakan emosi alamiah yang ada pada manusia
dalam melihat segala sesuatu yang menurut mereka baru, menarik dan mengkaitkan
emosi dalam melihatnya sehingga dapat memberikan dorongan untuk melihat dan
memperdalam suatu hal tersebut dengan tindakan mereka.
b.
Sejarah Rasa Ingin Tahu
Gade (2011:3-4) mempunyai pendapat bahwa manusia sudah
dianggap memiliki rasa ingin tahu sejak zaman dahulu, yaitu sejak zaman manusia
belum memiliki pengetahuan dan daya berpikir yang tinggi, zaman manusia purba.
Pada zaman tersebut, manusia masihlah belum mengerti banyak hal. Manusia masih
mengandalkan naluri alamiah yang dimilikinya. Maka dari itu, di zaman purba
manusia baru mengetahui sedikit hal tentang pengetahuan, karena hampir seluruh
kemampuannya digunakan untuk bertahan hidup. Hal ini dapat kita ketahui dari
artefak atau peninggalan pada zaman purba yang banyak ditemukan oleh arkeolog.
Arkeolog pada penelitiannya banyak mendapatkan peninggalan artefak zaman purba
seperti peralatan atau lukisan pada dinding gua yang masih sederhana dan untuk
tujuan bertahan hidup.
Mustari (2011:105-104) menegaskan pendapat tersebut bahwa
manusia juga memiliki naluri yang didasarkan pada upaya bertahan hidup dan
sifatnya selalu ada di sepanjang zaman seperti yang dimiliki hewan dan
tumbuhan, namun manusia juga memiliki akal dan pikiran yang terus mengembangkan
dirinya beserta rasa ingin tahu yang tinggi dan tidak pernah terpuaskan,
menjadikan manusia dapat berkembang menjadi seperti sekarang ini. Pada zaman
purba manusia belum memiliki daya pikir dan daya nalar yang tinggi, sehingga
mereka belum mengenal yang namanya bercocok tanam dan berternak, mereka masih
melakukan nomaden, di mana ketika mereka bertempat tinggal di sebuah tempat dan
sumber pangannya berkurang, maka mereka akan berpindah ke tempat yang lain.
Namun, seiring berkembangnya zaman manusia manusia purba mulai mengenal
bercocok tanam, beternak, dan mulai bertempat tinggal di suatu daerah. Dari situlah
manusia mulai mempelajari alam sekitar lebih dalam, mulai bisa beradaptasi
dengan alam tempat tinggal mereka dan mulai meninggalkan budaya berpindah
tempat atau nomaden hingga menjadi era modern seperti sekarang ini. Kesimpulan
dari pemaparan di atas adalah bahwa rasa ingin tahu sudah lama berkembang tanpa
kita sadari sejak zaman dahulu kala. Manusia memilikinya untuk terus berkembang
sehingga dapat menjadi makhluk yang dapat terus berubah ke arah yang lebih baik
lagi.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa sejarah ingin tahu sejak zaman manusia belum memiliki pengetahuan dan daya berpikir yang
tinggi, zaman manusia purba. Pada zaman tersebut, manusia masihlah belum
mengerti banyak hal. Manusia masih mengandalkan naluri alamiah yang dimilikinya.
c.
Pengaruh Rasa Ingin Tahu Anak Pada Proses Belajar
Rasa ingin tahu merupakan sebuah rasa yang wajar bagi
manusia terutama bagi anak-anak. Anak-anak merupakan manusia yang masihlah
sangat muda untuk mengetahui banyak hal. Anak-anak merupakan manusia-manusia
muda yang belum memiliki banyak pengalaman mengenai apa yang ada di dunia ini.
Bahkan mereka belum bisa membedakan berbagai hal atau sesuatu yang ada di dunia
ini, seperti hal yang baik dan hal yang buruk, sesuatu yang berbahaya maupun sesuatu
yang tidak berbahaya, dan sesuatu yang baik dan tidak baik jika mereka lakukan.
Hal tersebutlah yang menyebabkan anak-anak merupakan subjek yang mempunyai rasa
ingin tahu yang tinggi.
Sebagai seorang manusia dewasa tentu pernah merasakan
menjadi manusia muda atau anak kecil, hal ini tentu membuat kita sekiranya tahu
bagaimana rasa ingin tahu anak kecil itu timbul atau muncul. Anak kecil itu
mudah dibuat merasa penasaran atau ingin tahu, misalnya ketika kita menunjukkan
suatu benda atau hal baru pada anak kecil yang belum mengetahui hal tersebut,
maka anak tersebut pasti akan terlihat memperhatikan benda atau sesuatu yang
baru tersebut sambil memasang mimik atau wajah penasaran. Anak kecil tersebut
pastinya akan melakukan berbagai hal untuk mencari tahu tentang hal atau segala
sesuatu yang baru ia temui tersebut, seperti menanyakannya, menyentuhnya,
mengamatinya dan lain-lainya. Gade (2011:9) juga menjelaskan :
Curiosity as a psychological phenomenon is more recent
than its historical usage. William James, one of the first to discuss curiosity
in psychological terms, described it as an instinct-driven biological function
along with eating, drinking, breathing, and procreating. In that context, the
desire to know is a natural reaction to particular situations of not knowing.
Children, constantly engaging in that exploratory behavior and asking
questions, are acting on that curiosity. Not surprisingly, most of the literature
on curiosity deals with the cognitive development of children.
Dari sini dapat diketahui bahwa rasa ingin tahu anak
begitu besar. Anak-anak merupakan subjek, di mana mereka memiliki rasa ingin
tahu yang besar, dari sisi itulah anak-anak dapat belajar lebih baik daripada
orang dewasa. Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, yang menjunjung
pikiran mereka untuk berpikir tentang apa yang ia ingin tahu, membuat mereka
menjadi pelajar yang baik.
Anak-anak merupakan individu yang mudah mempelajari suatu
hal, tidak hanya dari rasa ingin tahunya yang tinggi tetapi juga dari memori
atau ingatannya yang masih belum banyak terisi karena belum mengetahui banyak
hal tentang dunia ini. Mereka seperti kertas putih yang siap diberi tinta
pengetahuan. Maka dari situlah, ada sebuah pepatah yang berbunyi “belajar di
waktu muda seperti menulis di atas batu, sedangkan belajar waktu tua seperti
menulis di atas air”. Dari pepatah tersebut dapat disimpulkan semakin tua
manusia maka semain sulit atau semakin susah dalam mempelajari sesuatu, berbeda
dengan anak kecil yang masih muda dan masih mudah mengingat sesuatu hal yang ia
pelajari. Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa rasa
ingin tahu merupakan emosi yang sudah melekat pada anak sejak dini, hal ini
dapat dilatih dan dikembangkan guna meningkatkan proses pembelajaran dengan
baik, sehingga dapat menjadikan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
d.
Faktor Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu juga berpengaruh terhadap proses
pembelajaran. Dengan adanya rasa ingin tahu, maka individu akan dengan mudah
berkonsentrasi dan fokus terhadap apa yang sedang ia pelajari, karena rasa
ingin tahu membuat individu tersebut berusaha semaksimal mungkin untuk
mengetahui secara detail suatu hal. Secara alamiah rasa ingin tahu mendorong
individu untuk merasakan bahwa ia membutuhkan untuk mempelajari hal tersebut,
seperti halnya rasa lapar yang mendorongnya untuk makan. Anak akan terlihat
lebih aktif dalam mencari informasi mengenai yang ia sedang pelajari, individu
akan lebih baik dalam mempelajari sesuatu yang didasari rasa ingin tahu.
Rasa ingin tahu merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong proses pembelajaran anak. Dengan adanya rasa ingin tahu, anak akan
lebih berkonsentrasi dan fokus tanpa mereka sadari. Oleh sebab itu, rasa ingin
tahu merupakan salah satu faktor pendukung anak dalam belajar, baik itu belajar
di dalam kelas, di masyarakat, maupun di dalam kehidupan sehari-hari
Sementara menurut Kemediknas (2010: 34) rasa ingin tahu
siswa ditandai dengan empat gejala yaitu sebagai berikut.
1) Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait
dengan pelajaran, yaitu siswa mencari sumber informasi lain di luar
pembelajaran, seperti di perpustakaan, di majalah, atau pun di internet.
2) Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru saja terjadi, diskusi bisa
dilakukan dengan teman sebaya atau orang yang sekiranya lebih paham, seperti
orang tua.
3) Bertanya tentang beberapa peristiwa sosial, budaya, ekonomi, politik,
teknologi yang baru didengar, pertanyaan tersebut akan tercipta pada pemikiran
anak sesuai informasi yang ia dapatkan.
4) Bertanya tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di
luar yang dibahas di kelas. Pertanyaan yang ditanyakan anak bisa disebabkan
informasi yang ia dapatkan dari sumber luar yang ia rasa masih terkait dengan
mata pelajaran yang sedang ia pelajari.
Engel (2015:16) menjelaskan dalam melihat perasaan rasa
ingin tahu terlihat dari beberapa hal diantaranya yaitu sebagai berikut.
a) Bertindak dengan cara tertentu untuk mengetahui hal tersebut, tindakan yang
biasa dilakukan seseorang yang menampilkan rasa ingin tahu dapat berupa melihat
objek atau sesuatu lebih dalam, menyentuhnya atau memberikan tindakan tambahan
dengan harapan dapat mengetahui secara lebih.
b) Mengajukan beberapa pertanyaan kepada orang lain, pertanyaan yang diajukan
merupakan pertanyaan yang dirasa merujuk kearah sesuatu yang ingin ia ketahui,
dan ditanyakan kepada orang yang dirasa lebih tahu.
c) Membaca buku, buku yang dibaca tentu buku yang mengarah pada sesuatu yang
ingin diketahui, agar semakin memahami objek atau sesuatu tersebut.
d) Melakukan percobaan, bisa merupakan percobaan sederhana, hasil dari
bertanya atau sumber buku, bisa juga dari pemikiran sendiri.
Harlen (Anwar, 2009:108) dimensi dan indikator rasa ingin
tahu dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Antusias mencari jawaban, bisa dari bertanya, melihat, mencari sumber
bacaan, atau melakukan pengamatan,
2) Perhatian pada obyek yang diamati, dengan tujuan dapat mendalami objek
tersebut, antusias pada proses sains (proses dalam melakukan langkah-langkah
untuk meneliti hal tersebut),
3) Menanyakan setiap langkah kegiatan, dalam setiap langkah, anak yang
memiliki rasa ingin tahu pasti akan aktif bertanya dengan tujuan mengetahui
maksud dan tujuan kegiatan tersebut.
Faktor-faktor rasa ingin tahu dari beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan menjadi beberapa faktor diataranya sebagai berikut.
1)
Antusias
dalam mencari jawaban.
2)
Mengikuti
dan mengamati setiap langkah kegiatan.
3)
Bertanya
terkait mata pelajaran atau objek pembelajaran.
4)
Mencari
informasi dari sumber lain.
5)
Melakukan
eksperimen.
3.
Kemandirian Belajar
a.
Pengertian Kemandirian Belajar
Bertanggung jawab terhadap diri sendiri adalah cermin
kemandirian secara fisik, mental, emosional, dan moral. Dengan demikian
akhirnya seseorang mampu mengarahkan dan mengurus diri sendiri. Seseorang
dikatakan mandiri jika secara fisik dapat bekerja sendiri, mampu menggunakan
fisiknya untuk melakukan segala aktifitas hidupnya; secara mental dapat
berfikir sendiri, menggunakan kreativitasnya, mampu mengekspresikan gagasannya kepada
orang lain; secara emosional mampu mengelola perasaannya; dan secara moral
memiliki nilai-nilai yang mampu mengarahkan perilakunya. Kemandirian dapat
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memikirkan, merasakan, serta melakukan
sesuatu sendiri atau tidak tergantung pada orang lain (Familia, 2006:28).
Kemandirian menurut Havighurst (Familia, 2006:32)
memiliki empat aspek, yakni aspek intelektual (kemauan untuk berfikir dan
menyelesaikan masalah sendiri), aspek sosial (kemampuan untuk membina relasi
secara aktif), aspek emosi (kemauan untuk mengelola emosinya sendiri), aspek
ekonomi (kemauan untuk mengatur ekonomi sendiri). Kemandirian belajar dapat
terlihat dari karakter yang terdapat pada siswa. Pernyataan sependapat dengan
johson disampaikan oleh Waluyo (2008: 225) lima karakter orang mandiri, yakni:
kompetisi, berani mengambil keputusan, memiliki inisiatif dalam memecahkan
masalah, percaya diri, dan bertanggung jawab. Siswa dengan kemandirian belajar
akan memiliki kompetensi baik berupa keterampilan atau ilmu pengetahuan.
Siswa memiliki inisiatif untuk memecahkan masalah dengan
keberanian dalam pengambilan keputusan. Siswa dengan percaya diri menyampaikan
pendapatnya karena didukung oleh kompetensi yang didapat. Siswa memiliki
tangung jawab atas keputusan inisiatif yang diambil. Karakter mandiri dapat
tercermin dalam kemandirian belajar. Aktivitas belajar yang dilakukan oleh
siswa berpengaruh terhadap terbentuknya kemandirian siswa yang baik dalam
proses pembelajaran.
Haris Mujiman (2007:1) “Kemandirian belajar dapat
diartikan sebgai sifat serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melaksanakan
kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu yang telah dimiliki”. keinginan untuk
menguasai suatu kompetensi menjadi suatu dasar untuk memotivasi diri agar bisa
memahami suatu kompetensi dengan sangat baik. Kemandirian belajar siswa tidak
terbentuk begitu saja namun melalui proses yang panjang dan berlangsung secara
perlahan-lahan. Kemandirian belajar siswa pada dasarnya merupakan tugas dari
perkembangan kepribadian siswa yang bersangkutan. Hal senada juga diungkapkan
oleh Martinis (2007: 117) Kemandirian belajar merupakan perilaku individu yang
mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mempunyai rasa percaya diri,
bertanggung jawab dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bergantung pada
orang lain dalam belajar. Salah satu dimensi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah percaya diri. Percaya diri merupakan percaya pada kemampuan,
kekuatan dan penilaian diri sendiri.
Ada beberapa tingkat dalam kemandirian belajar. Ali dan
Asrori (2009: 117- 118) berpendapat ada empat tingkat dalam kemandirin belajar,
yaitu: tingkat, sadar diri, tingkat seksama, tingkat individualitas, dan
tingkat mandiri. Salah satu tingkat kemandirian belajar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tingkat seksama. Tingkat seksama memilki kemampuan siswa peduli
akan hubungan mutualistik dan sadar akan tanggung jawab. Mandiri dalam berpikir
pada siswa berperan untuk menentukan strategi strategi dalam menyelesaikan
masalah pembelajaran. Walneg (2010: 31) berpendapat bahwa mandiri dalam
berpikir adalah mandiri dalam mengerjakan segala hal dengan segenap kemampuan
berpikir secara tepat dan maksimal. Kemandirian dalam berpikir diperlukan siswa
agar tidak selalu bergantung dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas dan
menyelesaikan masalah.
Kemandirian siswa yang baik dapat dilihat dari pola
pikir, konsep, dan rencana eksekusi yang akan dilakukan. Kemandirian dalam
berpikir siswa bukan berarti tidak dapat menerima masukan dari orang lain
melainkan siswa memiliki formulasi dan pola atau cara sendiri dalam berpikir. Peran
orang lain diposisikan hanya sebagai bahan pertimbangan. Jadi, siswa sendiri
yang harus menentukan dan memutuskan segala macam ide dan masukan dalam
menyelesaikan masalah. Kemandirian akan timbul ketika seorang anak “merasa
puas” dan “percaya bahwa dirinya mampu” melakukan sesuatu. Kemandirian meliputi
kemandirian dalammelakukan interaksi sosial, kemampuan dalam menolong dirinya
sendiri dalam kegiatan rutin sehari-hari, dan kemandirian dalam menyelesaikan
masalah. Kemandirian pada seorang anak berkembang melalui sebuah proses, ketika
anak mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu dan merasa berhasil
maka kepercayaan diri akan bertambah, ada kepuasan diri dan kemandirian lebih
berkembang. Sikap tidak mandiri dipicu oleh adanya rasa kurang percaya diri
untuk berperan secara aktif dalam interaksi sosial.
Menurut Familia (2006:45) anak mandiri pada dasarnya
adalah anak yang mampu berfikir dan berbuat untuk dirinya sendiri. Seseorang
anak yang mandiri biasanya aktif, kreatif, kompeten, tidak tergantung pada
orang lain, dan tampak spontan. Ciri khas anak mandiri antara lain mempunyai
kecenderungan memecahkan masalah dari pada berkutat kekhawatiran bila terlibat
masalah, tidak takut mengambil resiko karena sudah mempertimbangkan baik
buruknya, percaya terhadap penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-dikit
bertanya dan meminta bantuan, dan mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap
hidupnya. Kemandirian pada anak sangat penting karena merupakan salah satu life skill yang perlu dimiliki.
Proses pembelajaran setiap siswa atau peserta didik
selalu diarahkan agar menjadi peserta didik yang mandiri, dan untuk menjadi
mandiri seseorang individu harus belajar, sehingga dapat dicapai suatu
kemandirian belajar. Di dalam perkembangannya kemandirian muncul sebagai hasil
proses belajar dan pengalaman itu sendiri dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah.
Maka dapat
disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah perilaku siswa yang mampu
mengatasi masalah, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, percaya diri, mampu
memecahkan masalah dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bergantung pada
orang lain dalam belajar dengan segenap kemampuan berpikir secara tepat dan
maksimal.
Sedangkan menurut Suhaena (2010: 30-34) ada beberapa
keterampilan-keterampilan belajar yang
dapat dimiliki siswa agar dapat meningkatkan kemandirian dalam proses
belajarnya. Berikut ini adalah perincian-perincian keterampilan tersebut :
1)
Mengenali
diri sendiri.
Memahami diri sendiri menjadi sangat penting karena
banyak orang yang keliru menafsirkan kemampuan-kemampuan dirinya baik karena
menilai terlalu optimis maupun sebaliknya karena terlalu pesimis dan menilai
rendah kemampuan-kemampuannya dan akan sangat penting untuk memahami apa yang
sebenarnya ingin dicapai atau dicita-citakan, yang merupakan visi terhadap
kehidupan yang akan datang.
2)
Memotivasi
diri sendiri
Motivasi ada yang bersifat instrinsik yaitu yang memang
tumbuh di dalam orang itu sejak awal, tetapi ada juga motivasi yang sifatnya
ekstrinsik yaitu yang berasal dari luar dirinya, apakah tu dari orang tua,
guru, teman, maupun tuntutan pekerjaan. Menumbuhkan motivasi ini sebenarnya
bisa dipelajari yaitu dengan cara membuat daftar keuntungan-keuntungan yang
akan diperoleh tatkala memutuskan untuk mempelajari sesuatu.
3)
Mempelajari
cara-cara belajar efektif.
Tipe atau gaya orang untuk belajar merupakan hal yang
unik untuk dirinya dan mungkin sangat berbeda dengan gaya belajar orang lain.
Namun ada beberapa tips yang dapat dicatat tentang tindakan-tindakan yang dapat
membantu mengefektifkan seseorang dalam belajar.
Menurut Aristo (2008: 63 -64) belajar mandiri adalah
kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai
suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal
pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Sehingga seorang anak dikatakan
mandiri apabila anak itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Dapat menemukan identitas dirinya,
b) Memiliki inisiatif dalam setiap langkahnya,
c) Membuat pertimbangan-pertimbangan dalam tindakannya,
d) Bertanggung jawab atas tindakannya
e) Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhanya sendiri.
Dalam pembelajaran guru hanya berfungsi sebagai
fasilitator, yaitu guru hanya sebagai pembimbing, misalnya membantu siswa untuk
memecahkan sesuatu masalah bila siswa tersebut menemui kesulitan dalam belajar.
Sesuai dengan pendapat Benson (2008: 74), bahwa kemandirian siswa dapat
ditingkatkan dalam beberapa prinsip yang mencakup beberapa hal berikut ini:
1) Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran
2) Memberikan pilihan sumber pembelajaran
3) Memberikan kesempatan untuk memilih dan memutuska
4) Memberikan semangat kepada siswa
5) Mendorong siswa melakukan refleksi.
b.
Cir-ciri Kemandirian Belajar
Menurut Mudjiman (2007: 14) ada beberapa ciri belajar
mandiri yaitu:
1) Kegiatan belajarnya bersifat selfdirecting, mengarahkan diri sendiri, tidak
dependent. Orang dewasa ingin mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri karena
mereka belajar untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhannya.
2) Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses pembelajaran dijawab sendiri
atas dasar pengalaman bukan mengharapkan dari guru atau orang luar.
3) Tidak mau didikte guru, karena mereka tidak mengharapkan secara terus
menerus diberi tahu.
4) Orang dewasa cenderung mengharapkan untuk segera memanfaatkan hasil dari
apa yang dipelajari.
5) Lebih senang dengan pembelajaran yang memusat kepada pemecahan sesuatu
masalah dunia nyata.
6) Lebih senang dengan partisipasi aktif daripada pasif mendengarkan ceramah
guru.
7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki
8) Lebih menyukai bekerja sama dengan orang lain, karena pengalaman yang
dimiliki orang lain akan membantunya memecahkan masalah, demikian pula
sebaliknya.
9) Perencanaan dan evaluasi belajar dilakukan bersama antara guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa dan tidak semata-mata
dipaksakan oleh guru.
10) Belajar harus dengan berbuat, tidak cukup dengan mendengarkan dan menyerap.
Sedangkan Thoha (2003: 113) membagi ciri kemandirian
belajar dalam delapan jenis, yaitu:
a) Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif
b) Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain
c) Tidak lari atau menghindari masalah
d) Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam
e) Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang
lain
f)
Tidak
merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
ciri-ciri kemandirian belajar pada setiap siswa akan nampak jika siswa telah
menunjukkan perubahan dalam belajar. Siswa belajar untuk bertanggung jawab
terhadap tugas yang dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bergantung
dengan orang lain.
c.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Basri (2000: 54) kemandirian belajar siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat didalam dirinya
sendiri (faktor endogen) dan faktor-faktor yang terdapat diluar dirinya (faktor
eksogen).
1)
Faktor
endogen (internal)
Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang
bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi
tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya.
Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar
dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan di dalam diri seseorang, seperti
bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya.
2)
Faktor
eksogen (eksternal)
Faktor eksogen atau eksternal adalah semua keadaan atau
pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor
lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif.
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan
kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal
kemandiriannya.
Sementara itu Thoha (2003: 124-125) faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian dapat dibedakan dari dua arah, yakni:
a) Factor dari dalam
Faktor dari dalam diri anak adalah antara lain faktor
kematangan usia dan jenis kelamin. Di samping itu intelegensia anak juga
berpengaruh terhadap kemandirian anak.
b) Factor dari luar
Adapun faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian
anak adalah:
(1)
Kebudayaan,
masyarakat yang maju dan kompleks tuntutan hidupnya cenderung mendorong
tumbuhnya kemandirian dibanding dengan masyarakat yang sederhana.
(2)Keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga,
kecenderungan cara mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak bahkan
sampai cara hidup orang tua berpengaruh terhadap kemandirian anak.
(3)Gen atau keturunan orang tua. Orang tua memiliki sifat
kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga.
(4)Pola asuh orang tua, cara orang tua mengasuh dan mendidik
anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya.
(5)Sistem pendidikan di sekolah, proses pendidikan disekolah
yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan
indoktrinsasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja
sebagai siswa.
(6)Sistem kehidupan masyarakat, sistem kehidupan masyarakat
yang terlalu menekankan pentingnya hirearki struktur sosial, merasa kurang aman
atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan
produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau
siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam mencapai kemandirian sesorang tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian sangat menentukan sekali tercapainya kemandirian
seseorang, begitu pula dengan kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh faktor
dari dalam diri siswa itu sendiri, maupun yang berasal dari luar yaitu
lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan sosial ekonomi dan lingkungan
masyarakat. Faktor tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seorang individu
bersikap dan berfikir secara mandiri dalam kehidupan lebih lanjut.
Dengan demikian,
mencapai kemandirian seseorang tidak lepas dari faktor-faktor tersebut di atas
dan kemandirian siswa dalam belajar akan terwujud sangat bergantung pada siswa
tersebut melihat, merasakan dan melakukan aktivitas belajar atau kegiatan
belajar sehari-hari di dalam lingkungan tempat tinggalnya.
B.
Kerangka Berpikir
1. Pengaruh
Langsung Rasa Ingin Tahu terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
Rasa
ingin tahu siswa adalah sifat alamiah yang dialami oleh siswa dalam mencari
tahu, memotivasi diri agar berusaha menemukan, memperoleh dan memahami
informasi yang dibutuhkan. Siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan
cendrung untuk melakukan eksplorasi, meneliti, melakukan pendalaman materi
serta akan sering melakukan eksperimen untuk mematangkan pengetahuan yang
dimilikinya.
Hasil
belajar siswa merupakan tolok ukur keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan siswa
dalam memecahkan persoalan matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika
adalah kemampuan siswa untuk mengatasi masalah yang ditemui, mencari
penyelesaian atas masalah yang dihadapi serta menerapkan konsep matematika yang
benar dan langkah-langkah strategis yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan
matematika.
Matematika
sebagai ilmu yang absrak membutuhkan rasa ingin tahu yang cukup tinggi untuk
mampu memotivasi diri, mengembangkan diri, melakukan eksperimen atau percobaan
menyelesaiakan berbagai peroalan matematika agar sekiranya mampu mematangkan
pemahaman konsep dalam matematika dan juga menumbuhkan sikap mandiri dalam
belajar matematika. Jadi dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika yang baik didasari oleh rasa ingin tahu yang cukup tinggi .
2.
Pengaruh Langsung Kemandirian Belajar terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
Kemandirian
adalah adalah suatu kemampuan untuk melakukan segala sesuatu secara sendiri
atau tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian dalam belajar merupakan
suatu sikap dan kemampuan yang diwajibkan oleh siswa dalam proses pembelajaran
agar mampu mengupgrade pengetahuan, pemahaman yang dimilikinya dalam belajar
sehingga mampu menyelesaiakn permasalahan yang ditemui.
Dalam
belajar matematika, kemandirian belajar adalah salah satu sikap dan kemampuan
yang wajib ditingkatkan. Kemandirian dalam belajar matematika akan membuat
siswa terus melakukan percobaan atau eksperimen secara mandiri guna menambah
pengetahuan, memahami konsep-konsep penyelesaian masalah matematika. Dengan
demikian kemandirian belajar yang baik dalam belajar matematika akan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang sangat baik pula.
3.
Penagruh Langsung Rasa Ingin Tahu terhadap Kemandirian
Belajar
Rasa
ingin tahu adalah sifat alamiah siswa dalam mencari tahu dan menemukan sesuatu
untuk memuaskan pikirannya. Rasa ingin tahu yang dimiliki siswa dalam belajar
akan memotivasi siswa itu sendiri untuk melakukan eksperimen atau percobaan
agar menemukan jawaban atas masalah yang ditemui dan dihadapinya sehingga bisa
meningkatkan hasil belajar siswa itu sendiri. Namun demikian, kebeerhasillan
siswa dalam belajar tidak hanya dipenagruhi oleh rasa ingin tahu tetapi juga
sifat kemandiriannya dalam belajar.
Kemandirian
dalam belajar akan membangkitkan motivasi siswa dalam meningkatkan
kecerdasannya. Siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan memotivasi
dirinya untuk meningkatkan kecerdasannya dengan belajar secara mandiri,
menemukan solusi atas permasalahan secara mandiri sehingga hasil belajar atau
prestasi belajar akan meningkat. Jadi, rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan
mendorong siswa itu sendiri untuk belajar secara mandiri, mengeksplor
pemehamannya secara mandiri sehaingga dapat meningkatkan kemampuan prestasi
belajar siswa itu sendiri.
4. Pengaruh
Tidak Langsung Rasa Ingin Tahu terhadap kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
melalui Kemandirian Belajar
Pada hakekatnya, rasa ingin tahu dan
kemandirian belajar adalah dua hal yang tak terpisahkan. Rasa ingin tahu dan
kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa akan memacu, memotivasi, mendorong
siswa itu sendiri untuk mendalami, mencari tahu, melakukan erksperimen atau
percobaan untuk meningkatkan pemahamannya sehingga bias menyelesaikan
permasalahan matematika. Dalam artian inilah, persoalan-persoalan mateatika
bias terselesaikan dengan baik apabila siswa memiliki rasa ingin tahu dan
kemandirian belajar yang tinggi.
C.
Hipotesis Penelitian
1.
Terdapat
pengaruh langsung yang signifikan rasa ingin tahu terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika
2.
Terdapat
pengaruh langsung kemandirian belajar terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika
3.
Terdapat
pengaruh langsung rasa ingin tahu terhadap kemandirian belajar
4.
Terdapat
pengaruh tidak langsung yang signifikan rasa ingin tahu melalui kemandirian
belajar terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.


No comments for "Bab 2 : Pengaruh Rasa Ingin Tahu dan Kemandirian Belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik"
Post a Comment